News Analisa - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sangat menghargai
pendapat dari Ketua Mahkamah Agung ( MA ) Hatta Ali tentang permintaan fatwa MA
atas status dari Basuki Thajaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Tjahjo tidak akan memaksakan Mahkamah Agung untuk
mengeluarkan fatwa yang diminta jika memang masih dinilai tidak perlu.
"Soal adanya fatwa MA, kami tidak akan memaksakan MA
mau membuat fatwa atau tidak", ujar Tjahjo di Komplek Istana Presiden,
Jakarta, pada Kamis ( 16/2/17).
"Statementnya Ketua MA akan menyerahkan ke Mendagri,
jadi ya apa yang telah saya anggap benar, ya itu benar. jadi ya sudahlah",
kata Tjahjo.
Oleh sebab itu, dirinya tidak akan pernah mengubah
keputusannya soal mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Saya sangat yakin betul, saya akan
mempertanggungjawabkannya kepada Bapak Presiden apa yang telah saya putuskan
belum memberhentikan ( Ahok )", Ujar Tjahjo.
Keputusan untuk mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur
DKI Jakarta banyak menuai protes. bahkan ada sebagian fraksi di DPR yang ingin
menggunakan hak angket untuk mempertanyakan keputusan Mendagri.
Ahok telah dianggap tidak bisa aktif lagi menjadi Gubernur
DKI Jakarta karena status hukumnya sebagai terdakwa didalam kasus dugaan
penodaan agama yang menjeratnya.
Mendagri kemudian melayangkan permintaan penerbitan fatwa
kepihak MA untuk memperjelas ketentuan di dalam pasal 83 Undang Undang nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Belakangan, Ketua MA Hatta Ali mengatakan bahwa hal itu
tidak lagi memerlukan fatwa dari MA. persoalan itu bisa diselesaikan oleh biro
hukum Kemendagri.
"Sampai sekarang surat nya belum sempat saya baca,
permasalahan ini dapat dibahas di dalam bagian hukum mereka", ucap Hatta
di Gedung MA, Jakarta Pusat.
Berdasarkan pada pasal 83 Undang Undang tentang pemerintahan
daerah, Kepala daerah yang telah menjadi terdakwa harus diberhentikan
sementara.
Namun, perberhentian sementara itu tidak akan diberlakukan
jika ancaman hukuman yang meninpa seorang kepala daerah diatas lima tahun,
tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara
dan atau perbuatan lainnya yang dapat memecah belah NKRI.
Ahok sendiri didakwa dengan mengunakan dua pasal alternatif
yaitu pasal 156 huruf a dan pasal 156 KUHP.
Oleh karena itu, pihak Kemendagri akan terlebih dahulu
menunggu tuntutan jaksa mana yang akan dipergunakan.(News Analisa)
0 komentar:
Posting Komentar